Minggu, 06 Mei 2012

Dibalik Sepiring Nasi Sebelas Ribu

Di seberang kantor tempat kami bekerja, ada sebuah warung makan yang dikelola oleh karyawan sebuah bank yang letaknya di lantai bawah dan kebetulan berdampingan dengan sebuah masjid berlantai dua yang saya taksir muat untuk 300-400 jamaah, atau barangkali kalau digambarkan berukuran sekitar 15m x 10m luasnya. Adalah ritme saya sehari-hari, biasanya saat jam istirahat siang, turun dari kantor lantai-10, menyeberang jalan menuju masjid untuk sholat dhuhur berjamaah kemudian makan di warung tersebut, selain praktis juga menghemat waktu, mengingat istirahat siang hanya 1 jam saja (disiplin bro !).
Tentu saja berbeda kerja di site, dengan kerja di kantor (kota), bila di site makan siang sudah tersedia dan tinggal makan, di kantor makan siang tidak disiapkan alias mencari sendiri sesuai selera masing-masing, boleh di kafe, boleh di mall, boleh di warung, boleh di rumah, atau makan dimanapun kita mau, tidak ada yang melarang… yg penting bukan makan ati lho…
Bertiga, setelah menyelesaikan sholat dhuhur, langsung kami meluncur ke warung tersebut, beberapa macam sayur dan lauk tersedia disana antara lain cap cay, cah kangkung, asem, kering tempe, bakmi, tahu kentang goring pedes, rendang, telur bacem, ikan goreng, tempe goreng, sambal, dan masih banyak lagi lainnya (macam lagu bang Rhoma) yang tidak bisa saya sebutkan… Saya putuskan (sebenarnya feeling sih !) mengambil sepiring nasi dengan temannya sayur asem, kering tempe, telur dan tempe goreng , plus minum es jeruk. Total uang yang harus saya bayar ke kasir sejumlah Rp. 14,000 (empat belas ribu rupiah).
Setelah melahap setengah piring, reflek otak saya mulai merenung dan berpikir sistemik,… kembali ke harga makanan, bila saya kurangi harga minum es jeruk Rp. 3000 (tiga ribu rupiah), maka harga nasi dan beragam sayur & lauknya  adalah Rp. 11,000 (sebelas ribu rupiah). Ya, hanya sebelas ribu rupiah saja, menurut saya relatif murah untuk ukuran Balikpapan. Analisapun dimulai, persoalan bukan terletak pada masalah murah dan mahal makanan ini, namun sesuatu yang lebih DAHSYAT tersembunyi dibalik sepiring nasi dan lauknya.
Sempat saya lontarkan pertanyaan ke temen sebelah, bisakah kita membuat ; sepiring nasi, satu butir telor bacem, semangkok sayur asem, dua sendok kering tempe, setengah sendok sambal, sepotong tempe goreng, hanya dengan uang sebelas ribu….?? Saya dan temen sebelah tentu saja sepakat geleng-geleng, bagaimanapun porsinya, bagaimanapun rasanya, dapat dibilang HAL yang MUSTAHIL (bukan HIL yang MUSTAHAL - Gepeng) kita melakukan itu, andaikata kita diberi kebebasan untuk bisa membeli masing-masing bahan dengan porsi kecil (sesuai dengan keperluan), tetap saja akan saya katakan MUSTAHIL untuk dilakukan, lantas mengapa faktanya kita bisa makan berbagai macam makanan tadi hanya dengan sebelas ribu rupiah ?
Nah, itulah sebenarnya yang ingin saya sampaikan, di dalam sepiring nasi dan lauknya tadi tersembunyi sebuah makna kehidupan yang sungguh luar biasa. Manusia sebagai makhluk sosial, dalam hidup ini  tidak bisa berdiri sendiri, sebagian besar hidup kita ditopang dan dibantu oleh komunitas dan orang lain disekeliling kita. Pemilik warung menyatukan kekurangan dan kelebihan kita dengan komunitas sekelilingnya, sehingga kelebihan kita didistribusikan ke lain dan kekurangan kita diambilkan dari yang lain. Teori ekonomi mengatakan biaya tetap akan semakin kecil jika jumlah produksi semakin besar, so what biaya tetap suatu dalam kontruksi komunitas menjadi lebih ringan bila kita bisa membangun suatu komunitas yang sinergi saling bantu-membantu, berbagi sesama, dan mempunyai arah tujuan hidup yang sama. Sehingga dengan sebelas ribu rupiah kita bisa merasakan nikmatnya makan siang dengan beraneka ragam makanan, nikmat yang sejatinya anugerah dari yang Maha Pemberi Nikmat.
Dari sepiring nasi  dan lauknya kali ini, mempertebal keyakinan bahwa hidup berdampingan dalam suatu komunitas akan mempunyai kekuatan yang sangat besar, sehingga hidup menjadi lebih mudah dan mengenal lebih dalam esensi hidup ini (Hidup menjadi Lebih Hidup – iklan). Akhirnya bila dicermati, dari kesadaran bahwa sesungguhnya manusia harus hidup berdampingan, akan muncul  pada suatu pengakuan kita terhadap Kekuasaan Allah SWT, Tuhan yang mengatur alam semesta dan seisinya.
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak´. (QS. ar-Ruum : 20)

Catatan khusus :
Cerita ini bisa juga berlaku untuk semisal :
1.               Semangkuk bubur kacang hijau empatribu
2.               Sebungkus nasi kucing limaribu
3.               Dll, monggo kerso, tidak juga ada yang melarang

Balikpapan, 1 Me1 2012
H2Ag

Tidak ada komentar: