Minggu, 12 Januari 2014

BELAJARLAH KEPADA ANAS

Bila bapak/ibu yang barangkali kebetulan hobinya mengumpulkan pundi-pundi dosa, maka kini saat yang tepat dan kesempatan terbuka lebar untuk melipatgandakan setoran melalui ajang ‘nimbrung’ aktif menyindir, mencela, memaki (maki-2), atau menghujat terhadap apa yang menimpa diri Mas Anas (pakai Mas biar nggak ‘nranyak’ atau saya mau sebut ; dik, om, bung, pakdhe, koq rasanya kurang nyess gitu). Tema yang cukup mudah dan euuunaaak sekali dibincangkan saat ini baik dalam obrolan sesama kawan atau tulisan lewat jejaring sosial, seiring media cetak maupun televisi yang super sibuk mencari, mengorek dan terus menggelontor berita sisi buruk Mas Anas tersebut, tumpah ruah semua kejengkelan, kekecewaan dan kemarahan yang terpendam selama ini.

Siapa yang tak kenal Mas Anas ? anak muda kelahiran Blitar 45 tahun yang lalu, masuk universitas negeri melalui jalur PMDK tahun 1987, pastilah ia orang yang pintar dan cerdas (setidaknya dibanding saya, boro-2 PMDK, negeri aja nggak nyangkut, bro). Selebihnya hoki terus menghampirinya, didaulat sebagai ketua HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) tahun 1997 mulailah jalur terkuak mulus memasuki kancah perpolitikan, sehingga  dalam masa reformasi krusial peralihan kekuasaan Suharto, ia ikut terpilih menjadi salah satu anggota tim 7, dan akhirnya juga terpilih menjadi anggota tim KPU (Komisi Pemilihan Umum) tahun 2000.

Keberhasilan KPU dalam menyelenggarakan Pemilu & Pilpres langsung pertama tahun 2004 (nantinya KPU juga tersandung kasus korupsi), menjadikan Mas Anas lebih dikenal masyarakat luas dengan sosoknya yang kalem, santun, dan penuh perhitungan (kira-2 begitu menurut pandangan saya). Tahun 2005 banting setir (entah kenapa dibanting) dan masuklah ia dalam Partai Demokrat, maka mudah saja baginya untuk kemudian terpilih menjadi anggota DPR dapil Jatim pada tahun 2009 dengan suara terbanyak (wow.com). Melesat bagai anak panah, setahun kemudian ia mengambil alih pucuk pimpinan sebagai ketua Partai Demokrat melalui konggres pemilihan yang demokatis (menurut pengakuannya), maka tercatatlah ia dalam sejarah sebagai Ketua Partai termuda Indonesia (wow.wow.com).

Nah, kayaknya inilah awal bencana mulai menghampirinya, tidak mudah bagi seseorang memainkan peran dalam partai politik apalagi sebagai ketua partai, maka mau tak mau ia harus terkubang bersama dan bersama ikut arus dinamika partai. Entahlah pergulatan apa yang terjadi dalam partai ini (saya tdk punya urusan mencampurinya, walau suwer saya suka es campur dan gending campur sari), yang saya tahu, baca dan dengar, tiba-tiba saja para elit pengurus Partai Demokrat yang mengkampanyekan iklan Katakan TIDAK untuk KORUPSI, malah dicokok KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) karena kasus korupsi satu demi satu, ironis (bukan is iron ?). Sampai puncaknya terjadilah kado istimewa tahun baru 2014 bagi SBY (Mas Anas : Red), iapun mengikuti jejak kawannya mengenakan rompi orange bertuliskan Tahanan KPK, sejak 10 Januari 2014, langit biru pun berubah menjadi ungu dan kelabu….

Saya dheleg-dheleg dan menghela nafas panjang, terbayang sudah satu tokoh muda fenomenal, kreatif dan energik yang berpotensi sebagai Next generation leader hilang dari peredaran dan harapan. Disisi lain kasus ini menjadi tragedi yang memilukan, sebagai tokoh dan mantan ketua HMI yang bertahun-tahun diajarkan dan mengajarkan tetang nilai-nilai integritas, terperosok ke lubang yang mungkin digali sendiri atau digali temennya. Tentu saja ini sulit bagi saya memahami apa yang sesungguhnya terjadi, yang bisa saya pahami adalah fakta yang terjadi saat ini, that all. Untuk meringkankan beban penderitaan pikiran ini, maka ada baiknya saya kemukakan Kalam Allah, kiranya bisa menjadi pelajaran dan renungan bersama, khususnya bagi saya sendiri.

“Dan janganlah kamu campur adukkan yang benar itu dengan yang salah, dan kamu sembunyikan yang benar itu pula padahal kamu semua mengetahuinya” (QS Albaqoroh : 42)

Kepada Mas Anas, diatas semua itu kita (saya tepatnya) berharap, babak selanjutnya adalah tahap Pengadilan maka sampaikanlah semua kebenaran yang ada, dan janganlah sembunyikan sekecil apapun, kita semua akan melihat dan percaya bahwa kebenaran yang akan muncul pada akhirnya seperti apa yang disampaikan dalam pidato penahanan Mas Anas saat itu ;

“Yang saya yakin adalah, bahwa ketika kita berjuang tentang kebenaran dan keadilan, saya yakin betul ujungnya kebenaran akan menang” (Pidato Anas 10-01-2014)

Sebagai pengamat (apapun yang bisa saya amati), saya berusaha keras mengekang diri untuk tidak intervensi (sajak gemedhe) dalam proses ini, sejujurnya saya harus percaya kepada para hakim-2 Tipikor, dan meyakini mereka akan mengadili seadil-adilnya, karena dalam benak kita sebagai wakil Tuhan di muka bumi, mereka pasti tak mau dan ngeri berjalan di atas jilatan api neraka atau dipaksa ‘ngemut’ bara api, bila menghianati amanat sebagai pengadil dunia tentunya.

Kepada bapak/ibu yang hobinya mencela, memaki, atau menghujat (ketiga belah pihak : pihak-1 Pro Anas, pihak-2 Anti Anas, pihak-3 Media & Penggembira) monggo silahkan saja dilanjut hobinya, lha wong demokrasi koq, peduli amat… tapi anda sudah tahu khan (tahu dong), pundi-pundi yang bapak/ibu kumpulkan akan diberikan kembali berlipat ganda dalam bentuk yang lebih spektakuler berupa siksaan tiada henti di hari pembalasan nanti atas apa yang bapak/ibu ucapkan.

Hehehe… bapak/ibu mau tahu sikap saya ya ? sikap elegan saya sih sederhana saja, komentarlah dengan komentar yang baik, bila tidak bisa ya mending diam aja, simple but secure. Nah, maka berpikirlah seribu kali bila kita mau komentar dengan celaan, cacian atau hujatan, siapa tahu celaan dan cacian itu sejatinya ditujukan pada diri sendiri.. ihhh… naudzubillah !!

Sebuku, 18 Januari 2014

H2Ag

Rabu, 28 Agustus 2013

Gempil

Sesaat setelah sholat maghrib di kamar, saya bergegas mencari makan untuk berbuka dengan praktis dan cepat, maka warung makan KFC Lembuswana Samarinda kiranya tepat untuk dituju, kecuali dekat juga slogannya yg usil ‘gratis bila pelayan kami tidak tersenyum’. Saya coba-coba cari keberuntungan siapa tahu pelayan sekaligus kasirnya tidak tersenyum,… ngalamat makan gratis atau setidaknya dapat senyum manis, hehehe…

“Makan disini atau dibawa pulang, pak?” begitulah pertanyaan awal sesuai prosedur, sambil tak lupa senyum
“Makan disini, ini.. itu… ini.. itu..” jawab saya singkat, agar yang antri tidak ngomel...
“Oke, baiklah,… “..zip..zip..zip.. (pelayan meletakan makanan dipiring dengan cekatan)

Setelah semua dihitung.. klik..klik..klik, total semua (termasuk pajak makanan) sebesar empat puluh empat ribu lima ratus rupiah, sambil menyebutkan ulang list satu persatu makanan yang dipesan.

“Ada yang bisa dibantu lainnya ?” sambil menyerahkan baki berisi piring dan makanannya...
“Ada mbak, mohon diganti piringnya, gempil !”
“Apa pak ?”
“Piringnya gempil, itu pecah dipinggir..” ulang saya sedikit keras, maklum agak bising, atau suara saya yang terlalu lembut barangkali…
“Oooh baik pak” piring dan makanan ditarik kembali oleh pelayan

Bagi saya piring yang ‘gempil’ tersebut sesungguhnya tidaklah menjadi soal saat itu, baik dari segi keselamatan (toh saya sudah tahu posisi yang gempil) ataupun mengurangi selera makan, karena dari estetika piring tersebut masih bagus dan bersih, cuma sedikit gempil.

Disini saya hanya ingin memberi sedikit perhatian dan pelajaran kepada KFC yang besar, bahwa piring yang gempil tersebut semestinya sudah terkena sortir untuk tidak dipakai, karena akan membahayakan konsumen (terutama anak kecil) dan juga bagi karyawan KFC sendiri. Banyak kejadian karyawan pencucian piring di catering dan warung makan yang tangannya terluka akibat priring-gelas atau perabot lainnya yang pecah ‘gempil’ tidak kelihatan.

“Ini makanannya silahkan, ada yang perlu dibantu lagi ?” sambil menyerahkan baki makanan
“Terima kasih…” sahutku lega.

Sambil menuju ke meja makan, saya tergoda untuk mengamati piring tersebut, dan ampun deh.., kudapati piring tersebut gempil dibawah, memang dari atas kelihatan utuh. Ya, sudah memang suratan takdir malam ini harus makan dengan piring yang gempil. Namun setidaknya saya sudah memberikan sinyal awal kepada pelayan dan KFC, bahwa sekecil apapun piring-gelas gempil tidak sepatutnya dipakai untuk menyajikan makanan di warung besar sekelas KFC. Dan semoga ini juga menjadi amal baik saya yang dicatat oleh Allah, sekalipun sekecil biji zarah.

Ingat teori “Due care”, anda sebagai produsen hendaklah melindungi konsumen karena anda lebih mengenal apa yang dihasilkan berikut perlengkapannya.

Samarinda, 27 Agustus 2013
H2Ag