Bila bapak/ibu yang barangkali
kebetulan hobinya mengumpulkan pundi-pundi dosa, maka kini saat yang tepat dan kesempatan
terbuka lebar untuk melipatgandakan setoran melalui ajang ‘nimbrung’ aktif menyindir,
mencela, memaki (maki-2), atau menghujat terhadap apa yang menimpa diri Mas Anas
(pakai Mas biar nggak ‘nranyak’ atau saya mau sebut ; dik, om, bung, pakdhe,
koq rasanya kurang nyess gitu). Tema yang cukup mudah dan euuunaaak sekali dibincangkan
saat ini baik dalam obrolan sesama kawan atau tulisan lewat jejaring sosial,
seiring media cetak maupun televisi yang super sibuk mencari, mengorek dan terus
menggelontor berita sisi buruk Mas Anas tersebut, tumpah ruah semua kejengkelan,
kekecewaan dan kemarahan yang terpendam selama ini.
Siapa yang tak kenal Mas Anas ?
anak muda kelahiran Blitar 45 tahun yang lalu, masuk universitas negeri melalui
jalur PMDK tahun 1987, pastilah ia orang yang pintar dan cerdas (setidaknya
dibanding saya, boro-2 PMDK, negeri aja nggak nyangkut, bro). Selebihnya hoki terus
menghampirinya, didaulat sebagai ketua HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) tahun
1997 mulailah jalur terkuak mulus memasuki kancah perpolitikan, sehingga dalam masa reformasi krusial peralihan
kekuasaan Suharto, ia ikut terpilih menjadi salah satu anggota tim 7, dan
akhirnya juga terpilih menjadi anggota tim KPU (Komisi Pemilihan Umum) tahun
2000.
Keberhasilan KPU dalam
menyelenggarakan Pemilu & Pilpres langsung pertama tahun 2004 (nantinya KPU
juga tersandung kasus korupsi), menjadikan Mas Anas lebih dikenal masyarakat
luas dengan sosoknya yang kalem, santun, dan penuh perhitungan (kira-2 begitu
menurut pandangan saya). Tahun 2005 banting setir (entah kenapa dibanting) dan
masuklah ia dalam Partai Demokrat, maka mudah saja baginya untuk kemudian terpilih
menjadi anggota DPR dapil Jatim pada tahun 2009 dengan suara terbanyak (wow.com).
Melesat bagai anak panah, setahun kemudian ia mengambil alih pucuk pimpinan
sebagai ketua Partai Demokrat melalui konggres pemilihan yang demokatis
(menurut pengakuannya), maka tercatatlah ia dalam sejarah sebagai Ketua Partai
termuda Indonesia (wow.wow.com).
Nah, kayaknya inilah awal bencana
mulai menghampirinya, tidak mudah bagi seseorang memainkan peran dalam partai
politik apalagi sebagai ketua partai, maka mau tak mau ia harus terkubang bersama
dan bersama ikut arus dinamika partai. Entahlah pergulatan apa yang terjadi
dalam partai ini (saya tdk punya urusan mencampurinya, walau suwer saya suka es
campur dan gending campur sari), yang saya tahu, baca dan dengar, tiba-tiba saja
para elit pengurus Partai Demokrat yang mengkampanyekan iklan Katakan TIDAK untuk KORUPSI, malah
dicokok KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) karena kasus korupsi satu demi satu,
ironis (bukan is iron ?). Sampai puncaknya terjadilah kado istimewa tahun baru
2014 bagi SBY (Mas Anas : Red), iapun mengikuti jejak kawannya mengenakan rompi
orange bertuliskan Tahanan KPK, sejak 10 Januari 2014, langit biru pun berubah
menjadi ungu dan kelabu….
Saya dheleg-dheleg dan menghela
nafas panjang, terbayang sudah satu tokoh muda fenomenal, kreatif dan energik yang
berpotensi sebagai Next generation leader hilang dari peredaran dan harapan. Disisi
lain kasus ini menjadi tragedi yang memilukan, sebagai tokoh dan mantan ketua
HMI yang bertahun-tahun diajarkan dan mengajarkan tetang nilai-nilai integritas,
terperosok ke lubang yang mungkin digali sendiri atau digali temennya. Tentu
saja ini sulit bagi saya memahami apa yang sesungguhnya terjadi, yang bisa saya
pahami adalah fakta yang terjadi saat ini, that all. Untuk meringkankan beban
penderitaan pikiran ini, maka ada baiknya saya kemukakan Kalam Allah, kiranya
bisa menjadi pelajaran dan renungan bersama, khususnya bagi saya sendiri.
“Dan
janganlah kamu campur adukkan yang benar itu dengan yang salah, dan kamu
sembunyikan yang benar itu pula padahal kamu semua mengetahuinya” (QS Albaqoroh
: 42)
Kepada Mas Anas, diatas semua itu
kita (saya tepatnya) berharap, babak selanjutnya adalah tahap Pengadilan maka sampaikanlah
semua kebenaran yang ada, dan janganlah sembunyikan sekecil apapun, kita semua akan
melihat dan percaya bahwa kebenaran yang akan muncul pada akhirnya seperti apa
yang disampaikan dalam pidato penahanan Mas Anas saat itu ;
“Yang
saya yakin adalah, bahwa ketika kita berjuang tentang kebenaran dan keadilan,
saya yakin betul ujungnya kebenaran akan menang” (Pidato Anas 10-01-2014)
Sebagai pengamat (apapun yang
bisa saya amati), saya berusaha keras mengekang diri untuk tidak intervensi
(sajak gemedhe) dalam proses ini, sejujurnya saya harus percaya kepada para hakim-2
Tipikor, dan meyakini mereka akan mengadili seadil-adilnya, karena dalam benak
kita sebagai wakil Tuhan di muka bumi, mereka pasti tak mau dan ngeri berjalan
di atas jilatan api neraka atau dipaksa ‘ngemut’ bara api, bila menghianati
amanat sebagai pengadil dunia tentunya.
Kepada bapak/ibu yang hobinya
mencela, memaki, atau menghujat (ketiga belah pihak : pihak-1 Pro Anas, pihak-2
Anti Anas, pihak-3 Media & Penggembira) monggo silahkan saja dilanjut
hobinya, lha wong demokrasi koq, peduli amat… tapi anda sudah tahu khan (tahu
dong), pundi-pundi yang bapak/ibu kumpulkan akan diberikan kembali berlipat
ganda dalam bentuk yang lebih spektakuler berupa siksaan tiada henti di hari
pembalasan nanti atas apa yang bapak/ibu ucapkan.
Hehehe… bapak/ibu mau tahu
sikap saya ya ? sikap elegan saya sih sederhana saja, komentarlah dengan
komentar yang baik, bila tidak bisa ya mending diam aja, simple but secure.
Nah, maka berpikirlah seribu kali bila kita mau komentar dengan celaan, cacian
atau hujatan, siapa tahu celaan dan cacian itu sejatinya ditujukan pada diri
sendiri.. ihhh… naudzubillah !!
Sebuku, 18 Januari 2014
H2Ag