Minggu, 21 Agustus 2011

Mengapa semua ingin jadi photographer ?


Meski sebagian dari anak negeri ini belum mengecap (atau bahkan sudah mati rasa) arti merdeka yang sesungguhnya, namun getar rasa nasionalisme pasti akan terasa ketika melihat sang merah putih berkibar naik seiring dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Menurut Bung Karno, kemerdekaan adalah "jembatan emas" mewujudkan cita-cita pendirian negara, yaitu melindungi tumpah darah dan rakyat Indonesia serta mewujudkan kesejahteraan dan keadilan bagi seluruh rakyat. Tapi barangkali karena harga emas naik terus, menyebabkan jembatan emas tersebut malah nggak pernah selesai. Bahkan untuk keamanan Negara, Presiden Venesuela memerintahkan menarik cadangan emas sebesar USD 11 billion yang disimpan di  bank luar negeri “I give my absolute approval to this idea and I gave it the green light.” Ujar sidin.  Ah, andaikan dulu Bung Karno berkata, kemerdekaan adalah “jembatan kayu” untuk mewujudkan…., barangkali saja cita-cita dan tujuan pendirian bangsa sudah terealisasi (?).
17 Agustus 2011, pagi-pagi sengaja saya datang ke Lapangan Merdeka Balikpapan bersama anak-anak, untuk melihat Upacara Pengibaran Bendera  HUT ke 66 Republik Indonesia, untuk melepas kehausan saya terhadap rasa nasionalisme, sekaligus mengajarkan  anak-anak arti kemerdekaan. Anak pertama, banyak diam karena memang udah gede hanya memantau situasi (observer), anak kedua berlari kesana-kemari maklum cowok bandel (executor), dan anak ketiga yang masih kecil selalu bertanya, “ayah, mana drum bandnya,… mana drum bandnya…yah ?” (aspirator).
Setelah menunggu lebih dari satu jam, barulah pasukan peserta upacara disiapkan, upacara akan segera dimulai. Protokol menyebutkan para petugas upacara;  inspektur, komandan, regu, kompi, pleton serta rangkaian kegiatan upacara. Komandan upacara segera menyiapkan pasukan dan latihan hormat, urutan selanjutnya inspektur upacara memasuki lapangan upacara. Sejenak kami menunggu, semenit,…. dua menit,…. lima menit,… sepuluh menit ,….. nguing-nguing-nguing… iring-iringan mobil Walikota Balikpapan dan pejabat-pejabat sampai di lokasi upacara. Suasanya di panggung undangan sedikit hiruk pikuk, ada salam-salaman, ajudan mengatur kursi, ramah tamah,… wadoh terkesan mengurangi kekhidmatan nih. Saran saya sih, sebaiknya semua pejabat undangan udah duduk plek (duduk manis) dikursi undangan sebelum upacara dimulai, dan nggak usah ikut-ikutan parade mobil, sedang hanya satu mobil inspektur saja yang masuk ke lokasi dan langsung menuju podium upacara, jadi kelihatan khitmad gitu looh ! peserta upacarapun tidak akan kehilangan ketukan nada irama upacara.
Ceprat-cepret….. ceprat-cepret… sedikitnya 10-15 wartawan lokal & juru photo (barangkali & entah keabsahannya) mulai, mengambil momentum pengambilan gambar secara professional dan proposional …cieleee. Memasuki tahapan paling ditunggu, acara pengibaran sang merah putih, dengan derap tegap putra-putri pelajar pilihan SMA se Balikpapan memasuki lapangan. Seiring pasukan Paskibra mendekati tiang bendera, sontak para kamerawanpun satu demi satu ikut memasuki lapangan upacara. Nampak petugas pengamanan yg berjaga di pinggir lapangan yang tadinya kenceng menjaga ketertiban dan batas penonton berdiri namun membiarkan mereka yang menenteng kamera plus lensa yang muhtahir (bukan Muhammad Tahir) masuk ke tengah lapangan, petugas mengira wartawan kalee.
Cek…cekk… coba saya hitung deh jumlah mereka yang berlarian kesana kemari, satu, dua, tiga,… sepuluh,….. duapuluh,….. tigapuluh,…..empatpuluh, empatpuluh satu, empat puluh dua….. Astaga, ada empat puluh dua kamerawan yang ceprat-ceprot dilapangan upacara ditengah-tengah suasana yang seharusnya khidmat (hening dan khusyu) hormat terhadap bendera merah putih dan lagu kebangsaan Indonesaia Raya. Waduh, tobil anak kadal, malah sampai ada anak kecil yang menangis keras di pinggir lapangan, ditinggal bapaknya yang berlarian ketengah lapangan unjuk kebolehan berphoto ria, sampai lupa anak. Dan sayapun hanya bisa mengelus dada saya yang diagonal ini, sambil harap-harap cemas, Ya Tuhan, semoga mereka bisa segera kembali ke jalan yang benar dulu untuk sementara.
Fenomena macam apa di negri ini, mengapa setiap orang saat ini ingin jadi photographers ? Tidak jadi sebab bila kocek sedikit keluar untuk membeli kamera dan lensa yang mahal, namanya saja hobby…, sah-sah saja khan, iya nggak ? Ok, that’s fine, saya sih hanya mengingatkan saja,….silahkan anda menjadi photographer dan ambil gambar sesukamu, bila itu hak setiap warga negara, tapi yang professional dong bung, karena ini upacara resmi, bukan sunatan masal. Kalau nggak bisa, saya terpaksa sita kamera anda biar kapok (siapa berani !)
Salam MERDEKA !
Balikpapan, 19 Agustus 2011

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Cek...