Jumat, 08 Mei 2009

Tanggapan Artikel Cak Nun Gusti Allah Tidak "nDeso" di milis Ex_BHP

Photo : Embok sipemain 'calung' saya jepret ketika kuliner di depan lembah bulaksumur UGM-Yogya


Ikut nyemplung...Tanggapan atas polemic mengenai artikel Cak Nun Gusti Allah Tidak "nDeso" di milis Ex_BHP (milis mantan karyawan BHP tambang Senakin-Satui-Petanggis)



Saya coba keluar dari isi subtansi cerita (teliti sebelum didelete)
aaa
Ada ndeso tentu ada tidak ndeso (ngutho), turunannya ndesoni (kurang gaul / udik) dan nguthoni (sok seperti orang kota - belagu) Heran, dikotomi ndeso dan tidak ndeso koq masih ada di era financial derivatives product ke-5 (bahkan barangkali lebih) atau era ekonomi tipu-tipu dimana nilai kekayaan dan sekuritas dilihat sebagai sesuatu yang absurd tidak real, seperti gelembung sabun bila pecah tak berisi apa-apa didalamnya. Dan terminologi ndeso saya pikir udah hilang seiring hilangnya acara 4 mata yang katrok, acara favoritnya Pak Lurah milis….Memang, tak perlu setuju ato tak setuju dg ide cak Nun, hanunya saja perlu diingat dan dicermati, apakah yang ndeso lebih rendah derajatnya dari tidak ndeso atau setali tiga uang bila tidak ndeso (ngutho) lebih terhormat dari ndeso ? Misal anda bayangkan, apakah cak Nurkholis yg wajahnya ndeso (maaf olies kalau namanya agak mirip dg namamu, ini hanya contoh saja biar lebih mudah menjelaskan) lebih tidak mulia ketimbang Pak Indra (Indra Birawa, kalau ada Indra lain juga maaf sebagai pembanding saja) yg wajahnya tidak ndeso dan imut ? Hingga Tuhanpun perlu diseret untuk menyokong persepsi ndek ndeso iku derajate luwih angsor ketimbang kutho …

Timbulnya kutho (kota) juga berawal dari deso, adakah kutho yg mempunyai budaya kuat tumbuh begitu saja tanpa proses, sehingga ibarat kacang lupa pada kulitnya jika tiba-tiba seorang urban yg hidup dikota kemudian bilang ke kawan dan tetangga 'ih kamu ndeso deh' ketika mudik ke Sidoarjo atau Madura umpamanyaTidakkah terpikir ketika kita bertamu atau bertandang ke rumah kampung disambut hangat dan tulus baik melalui ekspresi maupun gesture tubuh yg sopan, hangat dan ramah oleh pemilik rumah yg berpenampilan ndeso ketimbang bertamu di rumah kota ?Tidakkah terpikir bagaimana kita dapatkan berbagai kelebihan sifat sosial, perilaku, kesederhanaan, dst, dari orang-orang desa yang tak pernah mereka tonjolkan, sementara kita temukan berbagai macam kekurangan, keculasan, kekikiran, munafik, korup, dsb orang-orang kota yang dg berbagai cara mereka berusaha sembunyikan ?
Terus apa yg menjadikan kita bila tiba-tiba terbesit pikiran, eloe ndeso deh kalau gua sih kagak pang …(urang banjar lama mukim di betawi)Jadi, betulkah Gusti Allah tidak ndeso atau jangan-jangan malah ndeso melebihi yang kita pikirkan kendesoannya, namun bila anda tetap berkeyakinan jika ndeso itu indentik derajatnya tidak lebih tinggi dari yang tidak ndeso, maka sebenarnya jawaban itu sudah ada pada 'Asmaaul Husna' . Gusti Allah, Dialah yang merendahkan derajat (Al-khofidh) dan Dia pulalah yang meninggikan derajat (Ar-roofi') seseorang

Maka, biarlah Gusti Allah dengan ke Maha MuliaanNya untuk mengkriteriakan diri sendiri …kesanggupan dan keberhakan diatas yg dipikirkan makhluk-Nya.Sementara bila ditanya, seorang mana yg lebih baik mengerjakan amal ini tapi maksiat itu, atau berbuat maksiat ini tetapi beramal itu, kira-kira Tuhan sayang yg mana ya, orang yg mengerjakan A ato B ato C yg tidak mengerjakan sama sekali keduanya ? Dalam kesunyian malam dan ditemani nyanyian lirih cengkerik, insya Allah saya temukan jawabannya. Allah dengan sifatnya Ar-rahmaan, yang Maha Penyayang, dengan segala kelebihan dan kemurahannya telah berkomitment untuk menyayangi / merahmati semua makhluk dan hambanya di dunia ini baik yang cantik maupun yang kurang cantik, baik yang beramal sholih atau yang bermaksiat dan munkar, sehingga sudahlah tak perlu kita mengkotak-kotak pertanyaan yang daripada yang mana tidak ada yang ditanyakan.

Tentunya, sekarang saat kita flash back menerawang kelangit luas dengan bintang-bintang berkelap-kelip, akankah kita sanggup menyia-nyiakan curahan rahmat Tuhan yang begitu luas dan tak terhitung tanpa membalas atau bahkan mengabaikannya ? Singkatnya bila kita mau sholat kemudian melihat orang ketabrak, ya tolong dulu orang baru kemudian sholat, atau ditanya sholat rajin tapi korupsi, ya dijawab ya sholat dan hentikan korupsi (jika anda tahu laporkan KPK), itulah bentuk nyata kita membalas rasa sayang Gusti Allah, dg menyayangi sesama makhluk dan menjalankan permintaanNya.
Akhirnya, bila kita mampu membalas dan menterjemahkan Ar-rahman Nya, maka Gusti Allah akan memberikan rasa Kasihnya dg yg lebih dahsat lagi kepada kita semua sebagaimana sifat Ar-Rakhiim yang dimilikinya, di kelak yaumul kiyamah, insya Allah ….

Sebuku, 25 Desember 2008
Salam, Hag

Tidak ada komentar: